Kinan tertegun di meja kerjanya memandangi layar laptop yang dibiarkannya kosong.
Bukan, bukan tugas kantor hanya halaman words yang sudah diniati dari semalam untuk ditulis namun tetap saja kosong hingga fajar hampir saja menyingsing. Ah...bahkan kantukpun enggan menyapa. Fikirannya terus mengembara pada hari-hari lalu yang telah di lewatkannya dengan percuma. Sesalpun tak ada guna, batinnya.
Sama sia-sianya ketika pandangannya hanya tertuju pada halaman kosong di depannya.
Kesadaran membawa Kinan bangkit dari kursinya dan melangkah menuju pintu yang mengarah ke balkon.
Langit masih kemerahan di luar sana, ranum, bagai buah yang siap dipetik.
Kinan kembali lagi ke dalam kamarnya, menyeduh kopinya yang ketiga semalaman ini dan membawanya kembali ke balkon.
Gaun putihnya melambai diterpa semilir angin pagi, perlahan mata Kinan terpejam menikamati sejuknya udara yang hampir selalu terlewatkan setiap harinya.
Patah hati mampu membuat seseorang terjaga semalaman dan begitu sangat menikmati pagi.
Hati yang terluka seolah tak ada habisnya untuk di ceritakan dan tak ada habisnya menghampiri Kinan. Diakhir 28 tahunnya, dimasa yang kata mamanya semua teman SD sudah punya anak 2, Kinan masih berkutat dengan patah hati. Ah sudahlah lupakan apa kata mama, batin Kinan menenangkan diri sendiri.
Fikiran-fikiran carut marut bermunculan mengembara entah kemana. Dan tiba-tiba lamunannya terhenti saat sebuah suara dari balkon sebelah mengagetkannya.
Pintu penghubung menuju balkon aprtemen sebelah terbuka, seorang pemuda dengan rambut berantakan muncul sambil menguap lebar. T shirt putih, celana pendek berjalan dengan mata masih setengah terpejam dan membawa secangkir minuman. Kinan memandanginya dengan heran, dia bahkan tidak pernah tahu siapa yang tinggal di kamar sebelah.
Lelaki itu membuka matanya penuh ketika Kinan masih memperhatikan semua tingkahnya dan buru-buru membuang pandangan saat lelaki itu menetapnya kaget hingga krmudian tersenyum.
"Jarang ke balkon ya? Atau baru pindah? Saya tidak pernah lihat" Ucapnya lalu kemudian menyeruput minuman dicangkirnya.
"Oh jarang aja, tidak pernah malah" ucap Kinan bangkit dari kursinya.
" Mau kemana? Sebentar lagi matahari muncul dari balik gedung sebelah sana kamu pasti suka" ucapnya sambil menunjuk gedung lain di depan apartmen kami.
Balkon apartment dipisahkan dengan pagar besi tinggi sampai ke teras belakang namun tetap masih ada celah diantaranya meski tidak bisa dilewati.
Kinan kembali duduk seperti terhipnotis suara berat dari sebelah.
"Saya Tio , kamu?"
" Kinan"
Dia kembali meneguk minumannya, dan tak lama matahari muncul dari balik gedung seperti yang di janjikan, merah keemasan berpendar tertabrak warna cat gedung dengan design minimalis warna-warni itu. Cantik.
" Cantik" ucap Tio dengan muka tersenyum masih memandang ke arah matahari, tak lama kemudian pria tinggi tegap itu memutar badan dan berjalan menuju pintu lalu masuk ke dalam apartmennya tanpa berpamitan pada Kinan, Kinan masih ternganga memandangi bayangan lelaki itu berlalu..... (bersambung)